“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang
kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu
(dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia
(surga)”. An Nisaa: 31
Hidup sebagai pilihan
Ayat di atas adalah adalah salah satu dari delapan ayat, yang dikatakan
oleh Ibnu Abbaas r.a. sebagai berikut: “di dalam surah ini [surah an
Nisaa] terdapat delapan ayat yang menjadi pangkal kebaikan bagi umat
ini, sepanjang siang dan sepanjang malam”. Ayat-ayat itu dimulai dengan
firman Allah SWT:
“Allah hendak menerangkan (hukum syari’at-Nya) kepadamu”. (An Nisaa: 26)
“Dan Allah hendak menerima taubatmu”. (An Nisaa: 27)
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu “. (An Nisaa: 28).
Selanjutnya:
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya”.
Ayat-ayat yang mulia di atas menjadi pangkal kebaikan bagi masing-masing
individu umat Islam sepanjang hari-hari yang ia lewati. Karena
ayat-ayat tersebut memberikan batasan-batasan dan ranjau-ranjau yang
harus diperhatikan
oleh individu Muslim saat ia melakukan pilihan bagi ayunan langkahnya,
sehingga ia tidak terjerumus ke dalam pilihan yang bodoh yang tidak
berpedoman pada manhaj Allah. Manusia, tidak seperti makhluk Allah
lainnya diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidupnya. Manusia
memiliki kemampuan lebih dari sekalian makhluk Allah yang lain.
Kelebihan manusia itu adalah potensi akalnya, yang memberikannya
kemampuan untuk menentukan pilihan terhadap alternatif-alternatif yang
tersedia di hadapannya. Sementara makhluk-makhluk lain yang diciptakan
Allah, terbentuk sebagai makhluk yang telah terprogram secara total oleh
Allah, tanpa diberikan kemampuan untuk melakukan pilihan.
Dan puas menjadi makhluk yang mengalir di horison koridor yang telah
dibentangkan oleh Allah SWT baginya. Kita mengetahui bahwa Allah SWT
berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. Al Ahzaab: 72.
Dikatakan manusia telah menzhalimi dirinya ketika ia memilih untuk
memegang kendali pilihan bebas dirinya saat menghadapi godaan syahwat
atau saat menghadapi kehendak manhaj Allah SWT. Sementara
makhluk-makhluk yang menundukkan dirinya kepada pilihan Allah, tidak
menghadapi masalah seperti ini.
Seluruh makhluk selain manusia, hidup mengalir secara mekanis
berdasarkan kehendak Allah, dan terbebas dari kesalahan melakukan
pilihan bagi dirinya. Namun, Allah SWT dalam ayat-ayat tersebut
memberikan informasi yang menenangkan manusia; yakni sekalipun manusia
suatu kali pernah melakukan pilihan yang bodoh, sehingga melanggar
kehendak dan ketentuan Allah, namun Allah berkehendak untuk memberikan
cahaya penerang baginya yang menuntutnya dalam
mengarungi kehidupanya, memberikan kesempatan baginya untuk bertaubat
kepada Allah, dan memberikan keringanan baginya atas kesalahan dan
kekeliruan yang telah ia lakukan.
Dosa-dosa besar
Agar kita tidak terjerumus dalam dosa-dosa besar, hendaknya kita
mengenal apa saja yang dikategorikan dalam dosa-dosa besar. Abu Abdillah
Ja’far bin Muhammad Shadiq pernah ditanya oleh Amru bin Ubaid, seorang
ulama Bashrah, dan seorang zahid tentang dosa-dosa besar. Kemudian
beliau menjawab sambil menyebutkan dalilnya dari Al Qur’an. Di antara
dosa-dosa besar adalah:
1. Syirik kepada Allah (An Nisaa: 48, Al Maaidah: 72)
2. Berputus asa dari mendapatkan rahmat Allah (Yusuf: 87)
3. Merasa aman dari ancaman Allah (Al A’raf: 99)
4. Durhaka pada orang tua (Maryam: 32)
5. Membunuh (An Nisaa: 93)
6. Menuduh wanita baik-baik berbuat zina (An Nuur: 23)
7. Memakan riba (Al Baqarah: 275)
8. Lari dari medan pertempuran (Al Anfaal: 16)
9. Memakan harta anak yatim (An Nisaa: 10)
10. Berbuat zina (Al Furqaan: 68-69)
11. Menyembunyikan persaksian (Al Baqarah: 283)
12. Sumpah palsu (Ali Imran: 77)
13. Berkhianat atas ghanimah (Ali Imran: 161)
14. Minum khamr (Al Maaidah: 90)
15. Meninggalkan shalat (Al Muddatsir: 42-43)
16. Melanggar perjanjian dan memutuskan tali silaturahmi (Al Baqarah: 27)
Berubahnya dosa kecil menjadi dosa besar
Imam Ibnul Qayyim pernah berkata: “Dosa-dosa besar biasanya disertai
dengan rasa malu dan takut serta anggapan besar atas dosa tersebut,
sedang dosa kecil biasanya tidak demikian. Bahkan yang biasa adalah
bahwa dosa kecil sering disertai dengan kurangnya rasa malu, tidak
adanya perhatian dan rasa takut, serta anggapan remeh atas dosa yang
dilakukan, padahal bisa jadi ini adalah tingkatan dosa yang tinggi
(tahdzib madarij as salikin hal 185-186).
Dengan demikian maka dosa kecil dapat berubah menjadi besar dengan adanya faktor-faktor yang memperbesarnya, yaitu:
1. Terus menerus dalam melakukannya
“Tak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus dan tak ada dosa besar
jika diiringi istighfar.” Ucapan ini dinisbatkan kepada Ibnu Abbas
Radhiallaahu ‘anhu berdasarkan atsar yang saling menguatkan satu dengan
yang lain (ithaf as-sa’adah al-muttaqin 10/687).
2. Anggapan remeh atas dosa tersebut
Rasulullah saw telah bersabda: “Berhati-hatilah kalian terhadap dosa
kecil, sebab jika ia berkumpul dalam diri seseorang akan dapat
membinasakannya.” (HR ahmad dan Thabrani dalam Al Awsath)
3. Merasa senang dan bangga dengan dosa
4. Meremehkan “tutup dosa” dan kesantunan Allah
Yaitu ketika pelaku dosa kecil terbuai dengan kemurahan Allah dalam
menutupi dosa. Ia tidak sadar bahwa itu adalah penangguhan dari Allah
untuk-nya. Bahkan ia menyangka bahwa Allah sangat mengasihinya dan
memberi perlakuan lain kepadanya.
5. Membongkar dan menceritakan dosa yang telah ditutupi oleh Allah
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: ” Seluruh umatku
akan dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam dosa (al
mujahirun), termasuk terang-terangan dalam dosa ialah seorang hamba yang
melakukan dosa dimalam hari lalu Allah menutupinya ketika pagi, namun
ia berkata: “Wahai fulan aku tadi malam telah melakukan perbuatan begini
dan begini!” (HR Muslim, kitabuz zuhd)
6. Jika pelakunya adalah orang alim yang jadi panutan atau dikenal keshalihannya
Yang demikian apabila ia melakukan dosa itu dengan sengaja, disertai
kesombongan atau dengan mempertentangkan antara nash yang satu dengan
yang lain maka dosa kecilnya bisa berubah menjadi besar. Tetapi lain
halnya jika melakukannya karena kesalahan dalam ijtihad, marah atau yang
semisalnya maka tentunya itu dimaafkan. (Dari Al-’Ibadat
Al-Qalbiyah,Dr. Muhammad bin Hasan bin Uqail Musa Asy-Syarif)
Bahaya mengganggap enteng dosa
Sebagai seorang mu’min, hendaknya kita tidak menganggap remeh dosa-dosa
yang telah kita lakukan. Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu, ia berkata :
“Sesungguhnya seorang mu’min, ia melihat dosa-dosanya seolah-olah ia
duduk
dibawah gunung, ia takut kalau gunung itu jatuh menimpanya. Dan
sesungguhnya seorang fajir (yang banyak berbuat dosa) melihat
dosa-dosanya bagaikan lalat yang hinggap di hidungnya maka ia berbuat
demikian menggerakkan tangannya
maka ia mengusirnya.”
Ketika akan berbuat dosa hendaknya kita mengingat perkataan bijak ini:
“Janganlah engkau melihat kepada kecilnya dosa, tetapi lihatlah kepada siapa engkau berbuat maksiat.”
Semoga Allah mengaruniakan pada kita Al Furqaan dan menerima taubat kita.
0 komentar:
Posting Komentar